
Semestinya mampu membuat dirinya “sehat” secara fisik karena normalnya metabolisme dan terjaganya mekanik organ tubuh. Namun, semua itu adalah hikmah dari tujuan puasa yang sebenarnya, yaitu meraih derajat ketakwaan.
Makna takwa menurut Ibnu Manzhur adalah tawaqqa wa itaqqa, artinya menjaga, yaitu menjaga akhirat dari yang tercela. Sementara Al Mina’wi menyatakan tawaqqa artinya menjadikan diri berada dalam perlindungan dari apa yang menakutkan dan kadang takut disebut takwa, sehingga takwa dalam pengertian syara bermakna penjagaan diri dari yang dicela dengan meninggalkan segala yang dibenci dan sebagian yang mubah. {Kitab Ta’rifat, Yahya Abdurrahman hal: 53).
Sejalan makna ini, tercapainya tujuan dari kewajiban ibadah puasa Ramadhan, yaitu menjadi orang yang bertakwa seharusnya mampu meninggalkan segala perbuatan yang diharamkan dan berusaha maksimal memenuhi segala apa yang diperintahkan Allah SWT.
Imam Ath-Thabari rahimahullah mengatakan, “Penuhilah seruah Allâh dan Rasul-Nya dengan menjalankan amalan ketaataan jika Rasul menyeru kalian kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu yang berupa al-haqq (kebenaran)”. Sementara Imam al-Bukhâri rahimahullah mengatakan, “(Penuhilah seruan Allâh dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu) kepada suatu yang memperbaiki (keadaan) kalian.
Selepas Ramadhan, konteks ketaatan tersebut harus senantiasa melekat, tidak goyah oleh segala ujian pasca Ramadhan. Justru, Ramadhan hanyalah latihan untuk persiapan uji tanding sesungguhnya di bulan Syawal yang artinya peningkatan dan kehidupan pada bulan-bulan selanjutnya. Suksesnya latihan memang belum menjanjikan secara mutlak keberhasailan untuk mengalahkan “perang” sesungguhnya, namun karena telah berlatih maksimal setidaknya membuka peluang meraih kemenangan. Yang terpenting telah mampu membangkitkan mental seorang pejuang yang konsisten menjaga nilai ketakwaan.
Inilah makna kembalinya fitrah manusia yang terlahir sebagai umat terbaik, telah tertanamnya mental pemenang di jiwa orang-orang beriman sehingga nyalinya teruji. Ibadah Ramadhan mendidik mental bukan sekedar kebugaran fisik. Dengan berpuasa jelas tubuh menjadi sehat, namun mental belum tentu sehat jika puasanya hanya sekedar menahan rasa haus dan lapar semata.
Kuatnya mental dan tertanamnya hati yang istiqomah adalah bekal mencapai derajat takwa bagi mereka yang sukses Ramadhannya. Merekalah yang akan menjadi pengemban dakwah yang tangguh di tengah masyarakat sehingga bisa meraih kembali kemuliaan Islam dan terhindar dari kekuasaan kaum yang buruk yang menjadikan doa-doa selama ini susah terkabul karena malas dalam berdakwah.
لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ، وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ، أَوْ لَيُسَلِّطَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ شِرَارَكُمْ، ثُمَّ يَدْعُو خِيَارُكُمْ فَلا يُسْتَجَابُ لَكُمْ
Kalian sungguh-sungguh menyerukan kemakrufan dan mencegah kemungkaran atau Allah benar-benar akan memberikan kekuasaan kepada orang-orang buruk di antara kalian, lalu orang-orang baik di antara kalian berdoa, tetapi doa mereka tidak Allah kabulkan (HR Ibnu Hibban).
Wallahu’alam bish Shawwab
Facebook Conversations